Sperma Ayam
Sperma
didefinisikan sebagai ekskresi dari alat kelamin jantan yang diejakulasikan secara normal
kedalam saluran kelamin betina sewaktu kopulasi tetapi dapat pula ditampung
dengan berbagai cara untuk keperluan Inseminasi Buatan (IB) (Toelihere, 1993).
Produksi sperma mempunyai kualitas tinggi tergantung oleh pejantan yang
dipelihara dalam keadaan baik (hafez, 1993). Nalbandov (1990) menyatakan bahwa
sperma adalah campuran dari spermatozoa dan
plasma sperma.
Spermatozoa unggas terdiri dari bagian
kepala, tengah dan bagian ekor. Akrosom terbentuk dari pengembangan apparatus golgi pada saat terjadinya spermatogenesis, sedangkan bagian tengah
dan bagian ekor terbentuk dari perkembangan mitokondria
dan cytoskeleton, dimana bagian
tengah dan bagian ekor menentukan motilitas spermatozoa
(Etches, 1996). Toelihere (1993) menyatakan bahwa sperma unggas mempunyai
bentuk yang jauh berbeda dengan sperma ternak lainnya. Sperma unggas mempunyai
kepala yang berbentuk silinder panjang dan akrosom yang runcing. Spermatozoa
unggas mempunyai panjang 100 µm, lebar o,5 µm, volume 10 µm3, dan
berdiameter 6µm (Etches, 1996).
Plasma
sperma pada ayam terdiri dari komponen-komponen seperti glukosa, glutamat,
laktat, piruvat, α-ketoglutamat, karnilin, asetil karnitin, protein, dan
ion-ion seperti Cl-, Na+, K+, Ca2+
(Etches, 1996). Cairan dalam sperma merupakan plasma yang mengandung sejumlah
bahan organik dan anorganik. Ion organik utama adalah sodium dan khlorin, di
samping itu terdapat kalsium dan magnesium dalam jumlah sedikit, dan potasium
dalam jumlah yang banyak. Selanjutnya dijelaskan bahwa ion anorganik tersebut
dalam viabilitas spermatozoa (Bearden
dan Fuquay, 1997).
Volume
sperma ayam per ejakulasi sekitar 0,2 ml sampai 0,5 ml dengan rata-rata 0,25 ml
(Hafez, 1993), sedangkan Etches (1996) menyatakan bahwa volume sperma ayam
berkisar antara 0,1 sampai 0,9 ml. Sel sperma mulai kehilangan integrasinya
beberapa saat setelah sperma dikoleksi dari ayam jantan sehingga akan
menurunkan kemampuan dalam membuahi. Selanjutnya dijelaskan bahwa daya tahan hidup
sel sperma unggas pada temperatur kamar hanya mampu bertahan selama 30 menit
sejak diejakulasikan, kemudian sedikit demi sedikit sel sperma akan melemah
sehingga fertilitas yang dihasilkan akan menurun sampai titik terendah yaitu
nol persen pada beberapa jam kemudian (Tri-Yuwanta et al., 1998).
Penampungan
Sperma Ayam
Berbagai
metode penampungan sperma untuk inseminasi buatan (IB) telah dikembangkan
antara lain: metode pengurutan, elektroejakulasi, dan vagina buatan (Toelihere,
1993). Diantara metode tersebut penampungan sperma pada unggas lebih efektif
dan menggunakan cara pengurutan pada bagian abdominal (Etches, 1996).
Sastrodihardjo dan Resnawati (2003) menyatakan bahwa penampungan sperma dapat
dilakukan dengan cara pengurutan atau massage
pada bagian punggung pejantan, dimulai dari pangkal leher terus ke punggung
hingga ke pangkal ekor dan diikuti dengan perut bagian belakang (abdomen)
menuju ke kloaka. Pengurutan ini diulangi beberapa kali sehingga ayam pejantan
menunjukkan libido maksimal yang ditandai oleh meregangnya bulu ekor ke atas
dan mencuatnya kloaka.
Pada
penampungan komersial yang besar, penampungan sperma ayam dilakukan dengan
menggunakan suatu alat penghisap khusus untuk menampung sperma langsung dari
organ kopulatoris pejantan dan dihisap kedalam suatu botol thermos yang
dipertahankan pada suhu 10 sampai 15oC yaitu suhu yang dapat
memperlambat aktifitas metabolik spermatozoa
tanpa merusak sel (Toelihere, 1993). Penampungan sperma pada ayam dapat
dilakukan dengan metode vagina buatan yaitu suatu cara yang memerlukan
keterampilan dan kesabaran tinggi. Pada ayam hutan jantan dapat dilakukan
dengan ayam pilihan atau yang telah terbiasa dengan “kawin dodokan” (dipancing
dengan induk dipegang), bila birahi ayam hutan jantang telah memuncak dan
menaiki ayam betina pemancing, maka vagina buatan segera ditempatkan pada penis
yang telah menyembul hingga terjadi ejakulasi (Tarigan dan Hermanto, 1993).
Etches (1996) menyatakan bahwa pengambilan sperma pada unggas dapat dilakukan
melalui penyedotan (pengambilan sperma dari bagian ampula menggunakan alat
penyedot yang mengandung pengencer sperma bersuhu 15 oC).
Pengenceran
Sperma
Pengenceran sperma merupakan
usaha yang dilakukan untuk menjaga kualitas sperma tetap baik. Penambahan
pengencer bertujuan untuk memperpanjang daya hidup spermatozoa, sehingga dapat digunakan dalam waktu yang relatif lama
(Toelihere, 1993). Pengencer yang baik harus memenuhi beberapa persyaratan
antara lain: bahan pengencer harus isotonik dengan sperma, mempunyai kesamaan
konsentrasi ion bebas, berfungsi sebagai penyangga, melindungi sperma dari cold shock selama pendinginan,
mengandung nutrien bagi metabolisme spermatozoa,
dan mengendalikan kontaminasi mikrobia
(Bearden dan Fuquay, 1997).
Menurut
Etches (1996) larutan NaCl dapat digunakan sebagai salah satu bahan pengencer
sperma unggas. Ridwan (2009) berpendapat bahwa larutan NaCl fisiologis 0,9%
merupakan larutan isotonis dengan plasma darah yang berfungsi sebagai pengencer
semen karena memiliki tekanan osmotik sama dengan semen.
Perkawinan
Perkawinan
pada unggas dapat dilakukan secara alam dan perkawinan secara buatan
(Ensminger, 1980). Inseminasi buatan pada ayam dapat dikatakan sebagai teknik
yang lebih baik dibanding dengan perkawinan secara alami karena perkembangan
dan kemampuan testis pada ayam jantan semakin menurun selaras dengan umur ayam
(Tri-Yuwanta dan Nys, 1990). Inseminasi buatan pada unggas merupakan
bioteknologi yang penting dalam pelaksanaan breeding dan reproduksi ayam,
selain itu juga digunakan untuk menguji pejantan untuk mendapatkan pejantan
yang bermutu tinggi serta untuk meningkatkan breeding (Lake, 1983). Inseminasi
buatan pada unggas tergantung pada ketersediaan sperma pada setiap inseminasi
pada induk-induk betinadalam periode pemeliharaan. Inseminasi dilakukan dengan
volume sperma, pengencer sperma, dan dosis dengan jumlah spermatozoa per induk betina yang sudah ditetukanterlebih dahulu
(Wishart, 1987 dalam Froman, 1995). Inseminasi buatan meliputi penempatan
sperma minmal 100-200 juta spermatozoa
(progresif) dalam saluran vagina ayam betina. Kemampuan spermatozoa untuk hidup
dalam saluran reproduksi ayam betina maksimal 21 hari, spermatozoa disimpan dalam glandula oviduct (Tri-Yuwanta, 1995).
Waktu
yang ideal untuk memperoleh fertilitas yang tinggi adalah 6-10 hari (rata-rata
7 hari). Periode fertil atau maksimum fertil dihitung mulai hari ke 2 setelah
IB dan berhubungan dengan kondisi fisiologis ayam pada saat proses pembentukan
telur, jumlah sperma, dan kualitas sperma yang disimpan ( Hafez, 1987). Kunci
pokok keberhasilan inseminasi tergantung pada jumlah spermatozoa yangterkumpuldipermukaanoocyt setelah ovulasi dan
kehati-hatian dalam memperlakukan spermatozoa
karena spermatozoa pada unggas mudah
rusak dan cepat mati ( Wishart, 1987 dalam Forman, 1995). Menurut Hutt (1949)
tolak ukur keberhasilan dari inseminasi pada ternak unggas dapat dilihat dari
besarnya fertilitas telur yang dihasilkan, daya tetas dan produksi telur
merupakan sifat yang diwariskan oleh tetua kepada keturunannya, meskipun
sedikit kontribusinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar